“Hidup memang tidak adil, jadi biasakanlah dirimu” Patrick Star
Kenapa saya mengutip kata bijak dari Patrick Star? Karena saya tidak mengutip kata bijak dari Spongebob. Saya merasa, bahwa kata-mutiara dari kerang ajaib=yang diucapkan Patrick Star begitu relevan dengan kondisi yang sedang terjadi saat ini. Mengapa bisa demikian? Karena belum tentu relevan dengan waktu sebelum film kartun Spongebob diproduksi.
Baiklah kita sudahi dulu ketidakjelasannya, dan mulai membahas apasih keterkaitan antara kata bijak si Patrick dengan kondisi saat ini? Pada tahun ini negara kita sedang mengalami musibah yang tidak pernah terduga sebelumnya, pandemi virus corona yang konon katanya berasal dari Tiongkok yang menginfeksi ribuan penduduk Indonesia, kecuali yang tidak terinfeksi. Selain virusnya yang mematikan, berita yang diproduksi oleh berbagai media juga tak kalah mematikan, bahasa – bahasanya yang begitu vulgar sukses membuat jutaan manusia putus asa dan ketakutan.
Mahasiswa dan mahasiswi tentu juga sangat terpukul dengan apa yang terjadi, apalagi setelah 3 bulan tidak mendapat kepastian dari pihak kampus untuk melanjutkan pendidikan seperti biasa bukan online – onlinenan. Banyak sekali yang kalah dengan keadaan, kawan – kawan seperjuangan saya pun semakin rajin untuk mengeluh, mengeluh karena finansial yang terpuruk, mengeluh karena kebijakan kampus, mengeluh karena harus pacaran jarak jauh, mengeluh karena perutnya kembung keseringan ngopi, mengeluh karena tidak punya keluhan, dan masih banyak lagi. Begitu kira – kira di tiga bulan pertama, setelah surat edaran dari kementrian keluar dan menyatakan bahwa kuliah daring dilaksanakan sampai akhir tahun, keadaan berangsur – angsur semakin buruk. Banyak kawan saya yang kebingungan untuk mengisi hari – hari setaun kedepan, apalagi mahasiswa organisasi yang terikat dengan berbagai program kerja, tidak perlu ditanya seberapa kadar keputus asaannya.
Tetapi setelah beberapa pekan terjebak dalam keputus asaan, banyak anak muda yang mulai bangkit dan kembali optimis untuk memperjuangkan kehidupan. Kawan kawan kembali bersemangat dengan melamar pekerjaan disana sini, ada yang menjadi barista, jual sosis, jualan es cendol, jadi pedagang sayur, kuli tahu, belajar bertani, dan masih banyak lagi yang mereka lakukan. Jika hidup hanya sekedar hidup babi malas juga bisa melakukannya, tetapi bagaimana menjalani hidup dengan penuh gairah kehidupan untuk hidup yang sebenarnya tentu sangat sulit untuk didapat. Pandemi juga mempunyai dampak yang positif bagi pemuda yang pernah lalai, pandemi membuat pemuda membuka matanya lebar – lebar untuk menatap kehidupan yang tidak adil ini. Tetapi apa yang membuat kita merasa tidak pernah menemukan sebuah keadilan? Atau memang tidak pernah ada keadilan di kehidupan ini?
Selain bekerja, ada juga beberapa kawan saya rajin sekali berkaya dalam aplikasi tik tok yang sangat booming saat ini.
Berbagai konten mereka produksi tanpa mau tau respon masyarakat terhadap karyanya, tentu saja tidak masalah yang penting tetap bersemangat untuk menjalani hidup. Para mahasiswa sudah keluar dari strukturnya sebagai mahasiswa, mereka sudah kembali ke masyarakat dan melepas identitas sebagai mahasiswa, tidak perlu malu meskipun mengisi hari hanya dengan berjualan asalkan tidak dengan rebahan. Mahasiswa sefenomenal apapun di kampus hanya akan menjadi bagian dari masyarakat, bahkan mungkin tidak punya pengaruh apapun selain menjadi calon sarjana yang diharapkan menjadi pelopor kemajuan desa.
Pandemi memanglah sangat merevolusi kehidupan sampai ke lapisan akar rumput, asalkan tidak disikapi dengan keluhan dan keputus asaan. Kedaulatan diri semakin dibutuhkan disini, kita tidak perlu menunggu negara bersimpati kepada kita, jika perlu tidak usah bergantung kepadanya. Meskipun kawan saya yang bernama Bangkit hanya berjualan cendol, usahanya untuk tidak bergantung pada negara perlu diacungi jempol, bersikap mandiri begitu dibutuhkan untuk saat ini. Tidak perlu kritik sana sini jika hanya tujuan politik, tidak perlu ikut andil dalam perdebatan pembakaran bendera. Cukup beri perhatian dengan isu – isu yang jauh tak terjangkau dan coba lihat disekeliling kita, apa yang bisa dilakukan! Ekonomi mikro semakin menggeliat, kemandirian semakin tumbuh, dan semangat untuk saling gotong royong semakin kuat. Yang terpenting kita harus sadar bahwa kita ini manusia.
Sebenarnya ketika kita dapat berpikir jernih dan seimbang, maka kita akan merasa adil. Karena keadilan hanya soal persepsi belaka. Kita bisa bedaulat atas diri kita sendiri, kita tidak perlu menunggu keadilan dan kedaulatan menghampiri diri kita. Biarkan saja kehidupan mengalir sebagaimana mestinya, kita juga harus bisa menyikapi dengan sebagaimana mestinya, sesuai dengan kondisi. Setiap manusia pasti memiliki naluri untuk beradaptasi dengan caranya masing – masing, mana mungkin kerbau lapar memiliki pola yang sama dengan harimau lapar untuk mencari makan? Tentu saja berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas diri.