Latest Post

Catatan Perjalanan Teater Akbar

CATATAN PERJALANAN TEATER AKBAR
Oleh: Divisi Laku Kreatif

Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (IMASIND) adalah himpunan mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Jember. Sebagai organisasi intra kampus, IMASIND mempunyai beberapa TUPOKSI (Tugas pokok dan fungsi) yang terkait dengan pengembangan pengetahuan dan kerampilan anggotanya, hal ini tertuang dalam setiap program kerja yang disusun setiap periode kepengurusan.

Mahasiswa sastra Indonesia – dengan tidak menafikan subbidang linguistik — acapkali diangap sebagai mahasiswa yang tidak begitu asing dengan puisi, cerpen, novel dan teater. Sebab, setiap hari mereka mempelajari ilmu kesusastraan, maka tak heran jika anak sastra banyak yang bergelut di bidang sastra maupun kesenian. Dalam proses pengkaryaan, seorang seniman harus kaya dengan pengetahuan serta mempunyai wawasan yang luas untuk menghasilkan sebuah karya yang monumental. Karena menurut George Santanaya “Sebuah karya yang baik, adalah yang memiliki gema kesan berkepanjangan”. Untuk menyikapi hal itu, IMASIND sebagai organisasi mahasiswa Sastra Indonesia mempunyai tugas untuk mewadahi, mengembangkan, dan meningkatkan kreativitas mahasiswa Sastra Indonesia, sehingga IMASIND mempunyai sebuah program yang bernama Teater Akbar dengan tujuan pengembangan sumber daya manusia.

Teater Akbar adalah sebuah program yang menjadi identitas IMASIND dan tetap eksis hingga saat ini, karena konsistensi IMASIND dalam peyelenggaraan program tersebut. Teater Akbar sendiri sudah berjalan 7 tahun, terhitung sejak tahun 2013 berbagai naskah telah dipentaskan dalam panggung Teater Akbar. Berikut adalah catatan perjalanan Teater Akbar dari tahun ke tahun:

EKSEKUSI

Teater Akbar 2013 “Eksekusi” adalah pertunjukan teater yang disutradarai oleh Ardi. Pementasan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 12 April 2013, bertempat di Gedung PKM Universitas Jember. Ada 6 aktor yang bermain pada pertunjukan ini, yaitu: Bagas, Dani Fahrizal, Nancy, Moh. Zaini, Rizky Aditya. Pementasan dengan kosep realis ini berangkat dari kegelisahan tentang keadilan di Negeri ini yang masih banyak dengan ketimpangan-ketimpangan, yang mengerucut pada kredo bahwa siapa yang punya uang maka ia yang berkuasa. Pementasan “Eksekusi” ini, adalah bentuk tindakan untuk menghidupkan kembali semangat para pelaku seni supaya mengembalikan eksistensinya. Sebab memang, sebelumnya acara seperti ini belum ada yang mengadakan.
     Acara ini juga diisi persembahan dari divisi pengabdian masyarakat IMASIND yaitu penampilan dari murid SDN Tegal Gede 2 antara lain tari Ambyor, penampilan tari Jaranan dan pembacaan puisi. Setelah itu teaterikal puisi oleh teman-teman IMASIND dengan judul “Sembahyang Rumputan”, karya Ahmad Yosi Herfanda, penampilan tari Labako, dan ditutup dengan pembacaan puisi Kau Harus Bagaimana karya Ahmad Musthofa Bisri.
     Karena meredupnya para pelaku seni budaya itu, hingga pada proses teknisnya mereka juga menampilkan adik-adik SD sebagai bentuk untuk pengenalan seni budaya sejak dini sehingga eksistensi seni budaya akan terus ada dari generasi ke generasi.

Mencari Keadilan

Tahun 2014, Pementasan Teater Akbar kembali hadir dengan judul “Mencari Keadilan” karya Bertolt Brecht yang diterjemahkan oleh W.S. Rendra. Naskah ini kemudian disadur loleh Nency Ugi lalu disutradarai oleh Elvan Efendi. Nama-nama aktor yang bermain dalam pementasan ini, yaitu: Yuda, Agus Sholeh, Alm. Bagus, Rois, Ida, Pipit, Eka, Ain, Imron dan Fajrik. Dengan konsep pementasan absurd, pementasan ini tidak bersumbu pada pandangan bahwa dunia ini netral dan tidak ada kebenaran objektif dalam kehidupan setiap manusia.

Bertolt Brecht menuangkan pemikiran dalam naskah “Mencari Keadilan”, sehingga karyanya termasuk dalam teater epik, yakni suatu pertunjukan yang dianggap cocok untuk menghibur orang-orang yang berada dalam abad ilmu pengetahuan. Bila teater dramatik memiliki tujuan untuk mencapai katarsis, maka teater epik dalam pementasan ini bertujuan agar penonton sadar tentang kondisi kehidupan yang ada di sekelilingnya.

Naskah ini  menceritakan tokoh seorang hakim yang diperankan oleh Yuda, hakim tersebut merasa dalam kondisi dilematis dalam menangani kasus perampokan toko. Permasalahan itu membuat hakim merasa kebingungan dalam mengambil keputusan, sehingga membuatnya lupa dengan dirinya sendiri sebagai hakim. Gagasan yang disampaikan dalam pementasan ini menggambarkan tensi politik yang memanas dan hukum hanya dibuat mainan para birokrat, keadilan yang dicari-cari pada lembaga hukum hanya permainan oknum saja bukan memberikan sebuah keadilan.
Teater “Mencari Keadilan” sudah dipentaskan sebanyak dua kali. Pertama di Teater Akbar IMASIND lalu yang kedua di UNISMA dalam rangka Parade Teater pada tahun 2014. Dalam proses pementasan teater ini beberapa kali ganti naskah, yang akhirnya terpilih naskah “Mencari Keadilan” karya Bertolt Brecht, terjemahan W. S. Rendra. Proses persiapan pementasan teater ini selama 4 bulan dari pemilihan naskah, latihan aktor, proses produksi, publikasi pamflet, tata panggung sampai akhirnya pementasan. Latihan aktor yang diterapkan oleh Elvan selaku sutradaranya dalam teater ini seperti latihan teater sebelumnya, diantara lain; pemanasan atau senam, vokal, latihan fisik dan hafalan dialog naskah. Sesekali juga ada evaluasi latihan penampilan bersama senior yang nantinya dapat saran dan apa yang perlu diperbaiki sebelum pementasan.

Ekspedisi Orok

     Teater Akbar 2015 yang berjudul “Ekspedisi Orok” adalah naskah yang ditulis oleh M. Rhoisul Kholis atau biasa dipanggil Rois Blodot, yang dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2015, bertempat di Gedung PKM Universitas Jember. Teater ini di sutradarai oleh Ahmad Siddiq Putra Yuda, atau yang biasa dipanggil Yuda. Dalam teater ini, Yuda juga berperan sebagai aktor. Selain Yuda, beberapa aktor ikut berperan dalam pementasan ini adalah Dawud, Rozen, Bahar, Didin, Rois, Sofyan, Ana, Elfara, Citra Beraufil, Luluk, Bening, Ira, Afif, dan beberapa mahasiswa angkatan 2014.
      Teater ini bergenre absurd, yang mencoba melacak kehidupan (alam) bayi yang masih berada di dalam kandungan. Rois mengangkat gagasan itu dikarenakan saat itu untuk mendobrak siklus teater di kampus yang saat itu didominasi oleh adegan-adegan bencong aliran realis. Mereka membuat sesuatu yang “vulgar” dan “oral” untuk menyetuh hal yang dianggap tabu. Dalam gambaran besar teater,ini adalah sejarah singkat orok dalam rahim. Memvisualisasikan kemungkinan proses kelahiran bayi. Dibalut dengan imajinasi sureal, konsep oral, dan sedikit masako rasa sapi.

Peristiwa-Peristiwa Koran

Lagi-lagi Ahmad Siddiq Putra Yuda untuk kedua kalinya menyutradarai Teater Akbar IMASIND yang digelar pada 9 Mei 2016 di Panggung Terbuka Fakultas Sastra yang sekarang berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya. Yuda bersama para aktornya Rois, Dawud, Krishna, Pepe dan beberapa anak SD lainnya, menyajikan sebuah pertunjukan yang berjudul “Peristiwa-Peristiwa Koran”.
Pertunjukan ini berangkat dari kegelisahan sutradara mengenai betapa besar pengaruh media “koran” atas pola pikir masyarakat.

Media masa khususnya koran dianggapnya sebagai konstruksi pemahaman-pemahaman manusia yang sengaja dilahirkan untuk membentuk masyarakat yang ideal sesuai dalam media tersebut. Sebagaimana penyajian aktor anak-anak kecil menggunakan seragam SD, mereka digambarkan sebagai anak yang masih banyak ingin tahu dan belajar, bukan tidak mungkin jika cita-cita yang mereka impikan tidak lahir dari hati nurani mereka sendiri, melainkan dari penyajian-penyajian yang muncul dalam wacana media. Isu komunis yang saat itu masih marak pun tak luput dari penyajian di mana ketika aktor bernama Krisna mengangkat palu dan arit yang menjadi lambang komunis turut menghiasi rangkaian adegan dalam pementasan tersebut. Dalam pementasan juga terdapat aktor yang menari-nari meliukkan tubuhnya, hal itu dapat digambarkan sebagai masyarakat yang betul-betul menikmati peristiwa yang dilahirkan “koran”, masyarakat yang tidak menyadari bahwa dalam berita koran selalu ada peristwa-peristiwa yang diseleksi terlebih dahulu agar dapat dikatakan layak disajikan dalam koran.

Pertunjukkan ini merupakan Teater dengan aliran Eksperimental, karena lebih banyak disajikan dalam bentuk gerak tubuh dan fragmen-fragmen yang berlompatan dengan cepat. Perlu diketahui juga beberapa aktor dari pertunjukkan ini bukan berasal dari Sastra Indonesia, yaitu Krishna dari Jurusan Sastra Inggris, Pepe dari Pendidikan Guru Paud, lalu anak-anak kecil yang merupakan penduduk sekitar, mereka benar-benar siswa SD.

Belmaind

Di Tahun 2017, pagelaran Teater Akbar menyuguhkan sebuah pertunjukan yang berjudul Belmaind. Pertunjukan ini merupakan karya ketiga Ahmad Sidiq Putra Yuda sebagai sutradara yang merupakan mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2013 , karena sebelumnya dia telah menyutradarai pementasan Teater Akbar selama 2 tahun berturut – turut. Teater Belmaind diperankan oleh empat orang aktor, yang bernama Alan Adma, Dawud Nuh, Nain, dan Kuspita. Proses latihan terhitung hampir 3 bulan, terutama untuk Dawud dan Alan yang mengikuti proses mulai awal, kemudian diikuti oleh Kuspita dan Nain sebulan sebelum pertunjukan.

Mengapa proses penggarapan Teater Belmaind memakan waktu cukup lama? Menurut Yuda selaku sutradara, dia memiliki ambisi untuk menemukan sebuah dramaturgi baru dalam karyanya kali ini, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk merancang bentuk – bentuk baru.

Secara etimologi Belmaind memiliki arti ‘dentang pikiran’. Menurut sang sutradara, karya ini berangkat dari sebuah puisi yang ditulis oleh Yuda sendiri, puisi tersebut berisi tentang rasa sakit pukul 6 pagi atau pada saat bangun di pagi hari. Selain berangkat dari sebuah puisi, karya ini merupakan rangkuman dari peristiwa-peristiwa sakit yang dialami oleh beberapa aktor sejak masih kecil hingga dewasa. Rasa sakit itu diperoleh dari benturan realitas yang selalu berusaha kita nikmati dan berulang di setiap harinya. Pada pertunjukan kali ini, gagasan tidak sepenuhnya milik sutradara, karena selama proses penggarapan selalu terjadi silang pengetahuan antara sutradara dan aktor, sehingga berdampak pada bentangan gagasan yang cukup luas dan bentuk pertunjukan yang variatif.

Teater Belmaind merupakan teater yang beraliran eksperimental, sehingga banyak pertanyaan yang muncul ketika melihat bentuk visual pertunjukan. Rangkaian adegan dan artistik dirancang dengan penuh perhitungan, karena memang kedua hal tersebut saling hidup dan menghidupi. Pertunjukan Teater Belmaind juga pernah dipentaskan  di Universitas Negeri Surabaya dalam rangka memperingati Hari Teater Dunia, dan dokumentasinya tersimpan pada akun youtube IMASIND.

SALBHI

Pada tahun 2018 IMASIND kembali menggelar acara Teater Akbar yang disutradarai oleh Alan Adma mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2015. Pertunjukan ini diselenggarakan pada 14 September 2018 yang bertempat di gedung PKM Universitas Jember. Alan bersama enam orang aktornya, Diana, Acel, Ria, Gio, Lengga, dan Nando menyajikan sebuah pertunjukan teater yang berjudul “Salbhi”.

Pertunjukkan ini berangkat dari ketidaktahuan sutradara mengenai pengetahuan dan transisi pilihan-pilihan sehingga ketiadaan itu muncul dan menjadi hybrid. Sutradara juga menganggap bahwa kenyamanan sebenarnya adalah sesuatu yang benar-benar mengekang dan menyakitkan untuk dirinya. Sutradara selalu merasakan bahwa hal yang membuatnya nyaman tidak benar-benar nyata dan tidak pernah selesai, akan selalu ada benturan-benturan dalam realitas kehidupan, benturan itulah yang sutradara angkat menjadi metode latihan untuk aktor-aktornya.

Proses kreatif pertunjukan ini berjalan selama 2 bulan, di sana sutradara benar-benar mempressing psikis aktor. Harapan sutradara, aktor dapat merasakan ketidaknyamanan sehingga muncul pesimisme, skeptisme, kesunyian, putus asa dan harapan-harapan yang tidak pernah sampai selesai.

Pertunjukan ini beraliran Teater Eksperimental, sutradara mengatakan bahwa penonton berhak menafsirkan pementasan sebagaimana yang ada dalam pikiran mereka. Namun, harapan sutradara adalah bahwa penonton dapat benar-benar merasakan kecemasan, rasa putus asa, yang disajikan di atas panggung.

Exit Inisial

Pada Tahun 2019, pagelaran Teater Akbar menyuguhkan sebuah pertunjukan yang berjudul Exit Inisial yang mentas pada tanggal 01 Oktober 2019, di gedung PKM Universitas Jember. Disutradarai oleh mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2016 yang bernama Nando Zikir Mahattir, dan digawangi oleh 6 aktor yang bernama Alimaqi, Fajar, Jody, Isyfina, Sitti, dan Yuli. Proses dimulai sejak awal Agustus, yang notabene adalah waktu liburan semester genap. Proses yang begitu panjang diisi dengan latihan fisik, diskusi, dan merangkai adegan.

Menurut Nando selaku sutradara, Exit Inisial bercerita tentang perpindahan identitas dari masa lalu. Gagasan ini mempertanyakan tentang kemapanan identitas, karena pengalaman buruk pada masa lalu dapat menimbulkan sebuah trauma, tetapi kita harus berpura-pura untuk tidak menampakkan efek dari pengalaman tersebut ketika kita berpindah di wilayah lain, karena lingkungan menuntut kita untuk tidak menampilkan sebuah identitas yang mapan namun menuntut adanya identitas baru. Gagasan tersebut akhirnya dikerucutkan pada peristiwa buruk yang pernah dialami oleh salah satu aktor, namun aktor tersebut tidak pernah menampakkan bahwa dirinya pernah mengalami peristiwa itu yang seharusnya berdampak traumatik pada atom memori di bagian otak.

Teater Exit Inisial beraliran eksperimental, dengan rangkaian adegan yang beraroma feminisme dan artistik diisi dengan banyak pintu – pintu di panggung, yang mempresentasikan maksud dari pementasan tersebut.

Begitulah sedikit rekam jejak perjalanan Teater Akbar yang kami rangkum sejak tahun 2013 hingga saat ini, untuk merekam sisa-sisa memori peristiwa yang masih dapat terdeteksi. Dari tahun ke tahun Teater Akbar semakin bervariasi dari segi genre maupun penyajian. Kita dapat melihat konsistensi IMASIND sebagai penyelenggara di setiap tahunnya, sebagai pola pengembangan dan peningkatan kreativitas anggota. Kami berharap dari catatan-catatan pendek ini, kita dapat mendokumentasikan dan mengurai gagasan serta bentuk pementasan Teater Akbar dari tahun 2013 hingga saat ini. Semoga catatan ini dapat menjadi informasi yang bermanfaat sekaligus menjadi referensi untuk memperkaya khazanah teater khususnya di Kota Jember. Dan terakhir, jika ada kesalahan penyebutan, peristiwa yang terlewati dan data-data yang kurang valid dan ontentik. Kami selaku pengurus mohon maaf sebesar-besarnya.

Salam IMASIND!!!

Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mamank
Mamank
5 years ago

Samlekom…

Login