Latest Post

Help Me

Malam itu, aku sedang sibuk melambaikan tanganku untuk ucapan selamat tinggal pada orang tua ku. Aku sedang pergi berlibur sendirian ke Bali dengan menggunakan pesawat. Rencananya aku di sana sekitar tiga hari.

Oh, ya. Perkenalkan, namaku Christina Zefanya. Aku biasa dipanggil Fanya. Aku berstatus sebagai mahasiswa S 2 yang tengah menjalankan kuliah di Belanda sekaligus bekerja. Untuk saat ini, aku sedang tidak sibuk karena libur semester.

Tak lama, aku sampai di bangku pesawat yang telah ku pesan. Headset yang sedari tadi ku kalungkan, kini terpasang sempurna ditelingaku. Lagu yang mengalun dalam sajak yang saling melengkapi begitu tenang memasuki gendang telingaku.

Ah… aku ingin tidur saja rasanya.

Hingga tak terasa satu jam berlalu, sebentar lagi aku turun. Kakiku memijak pada tanah Pulau Dewata kemudian. Di sinilah, kisahku di mulai.

-o0o-

“Sudah sampai, Nak?”

Aku sedang merebahkan diri di kasur hotel yang kupesan. Ah… lega rasanya.

“Sudah, Bun. Ini baru aja mandi,” senyumku. Kemudian seorang pria yang kuyakini adalah Ayahku tiba-tiba saja muncul di layar ponselku. “Mandi kok tengah malem sih, Nak?” Kudengar helaan napas Ayah.

“Ya mau gimana lagi. Yaudah, aku mau tidur dulu, Bun, Yah… bye,” Bunda dan Ayah membalas lambaian tanganku. Setelahnya, aku benar-benar tidur sebelum akhirnya besok aku berangkat ke Taman Safari Bali.

Ini adalah liburan terbaik sepanjang tahun. Sungguh, aku masih tak bisa percaya ketika tiba di Pulau Dewata ini sendirian. Ayah dan Ibu sebenarnya sudah ku ajak, tetapi mereka tidak mau. Lelah katanya.

Ya sudah, setidaknya aku sudah mengajaknya.

Sebelum benar-benar tertidur, aku mengabari kekasihku. Aldeva Mahendra. Al adalah pria yang kucintai hampir tiga tahun terakhir. Dia pria yang cukup dingin dengan orang lain, tetapi sangat perhatian padaku. Lucu sekali.

“Sudah sampai, sayang?”

Begitu telepon tersambung, dia dengan suara berat khasnya menjawab panggilanku. Aku tersenyum kemudian. “Udah nih, kamu belum tidur?” Tanyaku. “Mana bisa tidur aku kalau kamu belum kasih kabar,” demi apapun aku tersipu malu saat itu juga.

“Yaudah, buruan tidur. Jam berapa ini, Al…” Kataku menatap jam yang ada di layar ponsel. “Iya, sayang… bye,” kemudian aku mendengar seolah ada sebuah kecupan di seberang sana dan telepon terputus.

-o0o-

Keesokan paginya, aku pergi ke Taman Safari. Aku berjalan santai kesana dan kemari. Melihat pertunjukan kemudian melihat berbagai satwa.

Di tengah kesenangan yang tiada tara itu, seorang pria tak jauh dari sana berdiri tegak dengan kaca mata hitamnya serta kaus abu-abu dan bawahan celana hitam pendeknya.

Awalnya aku tidak peduli. Tapi semakin lama, dia semakin mengganggu pergerakanku. Ekor mata ku tidak salah melihat, bukan? Aku menoleh, memastikan pria itu tidak melihatku. Benar, pria itu menoleh ke arah yang berlawanan.

Tak peduli, aku melangkahkan kaki ku menuju restoran untuk makan siang. Saat sedang makan, aku rasa ada seseorang yang mengikuti ku. Aku menoleh, tetapi tak ada siapapun. Hingga kemudian karena merasa tak nyaman aku kembali ke hotel.

Aku kembali tetapi rasa tak enak dihati masih terasa. Ada apa ini? Siapa pria itu?

-o0o-

Pagi ini, pukul enam aku pulang setelah tiga hari di pulau ini. Sejujurnya aku masih bingung siapa pria tadi? Ah, setidaknya dia tidak ada disini sekarang. Dia terus membuntuti ku selama tiga hari ini. “Permisi, nona. Saya boleh duduk sini?”

Oh, God!

Itu… itu pria waktu itu! Tetapi dengan pakaian yang sedikit rapi. Dengan kemeja coklat dan celana jeans serta… lagi-lagi kacamata hitamnya. Aku mengangguk mendengar pertanyaannya. Lagi pula, dia bilang dia memang pesan tempat duduk disitu. Apa boleh buat?

Selama perjalanan dia seperti terus memantauku. “Maaf, Pak? Ada apa, ya?” Tanyaku sopan. Kemudian dia menggeleng dan tersenyum seolah ini hanya permainan baginya.

Lima belas menit pertama setelah penerbangan, pria itu tiba-tiba saja menjatuhkan ponselnya. Dia menunduk dan mengambil ponsel itu di bawah kakinya. Aku sedang berpura-pura tidur saat itu.

Kemudian, aku merasa tangan kekarnya memegang pahaku sekilas. Pria ini sudah mulai tak jelas rupanya. Maka, dengan kesadaran penuh–setelah aku lihat dia tertidur di sampingku–aku memanggil pramugari. Beruntung pramugari itu cepat datang.

“Bisa aku memesan satu teh hangat?” Tanyaku sembari menunjukkan ponselku yang bertuliskan kata ‘Help me’ . Wanita itu ber-oh ria dan segera mengambilkan apa yang kupesankan. Dia juga berbisik seperti… ‘Saya bantu.’ Dan pergi begitu saja.

Tak lama, aku dipanggil. Itu pramugari lain yang datang bersama dua temannya sesama wanita. Dia menyuruh aku untuk ikut dengan mereka.

Karena merasa berisik, pria berkacamata hitam itu terbangun. “Ada apa?”

“Saya mau mengantar wanita di sebelah bapak,”

“Untuk apa? Kau mau ke mana, Nona?”

“Pak, tolong. Dia ada perlu,” Wanita itu menatapku kembali. “Mari, saya antar.”

“Tidak perlu, duduk kembali, Nona…”

“Pak, tolong, ya? Saya akan membawanya kembali. Mari, ikut saya.”

Wanita itu bersikeras menatapku setelah menjawab pertanyaan pria itu. Kemudian dia membawaku ke ruangan lain. Hingga kemudian, aku dengar pria itu di turunkan di bandara terdekat. Aku lega bukan main.

Sebenarnya apa tujuan pria itu?

TAMAT

Christ Nazareta Amazeograce H.
Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2023

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Login