“Jangan memberi rupiah, jika hanya demi naifmu!”
Harapku sembari menenteng kantong lusuh;
lantang suara telah mampus.
Dalam sesak peradaban segala ingin berkejaran,
menyatu pada bayang purba;
berbisik sejarah naif yang tak lekang,
janji petinggi hanya bualan.
Barangkali, selepasnya juga
Menjelma suaka sementara?
Berjejer serenteng jerit
sebab tuan dan nyonya mengirimkan
berita bagi rakyat, memperelok khitah.
Lantas, haru dan gamang saling bertanya,
“Tuan dan Nyonya kita segera berganti.
Mengapa keadilan tetap terasa hambar?”
Tuan dan nyonya segera berganti
dan harap tetap sama.
Kemelaratan pikir lekas
beralih tawa zaman.
Jember, 03 September
Linda Iftinah Sari
Angkatan Sastra Indonesia 2023
otw ntar buat lagi🫡
Kerenn bangett, tapi Puisi ini memiliki alur yang menggambarkan kekecewaan terhadap “Tuan dan Nyonya” (mungkin metafora untuk pemimpin). Namun, peralihan antara bagian-bagian puisi terasa agak mendadak. Menambahkan transisi yang halus dapat membantu pembaca mengikuti alur emosi dan pemikiran dengan lebih baik.
keren covernya cocok dengan puisinya 🙌🏼
puisinya baguss banget, setiap baitnya memiliki makna tertentu.
ga mau buat cerpen juga nihh:v
Diksi puitisnya bagus memperkuat nuansa, tetapi beberapa terlalu abstrak
keren cover and judulnya, lebih bagus ini kalo dibuat cerpen atau novel gasi
keren selalu karyanya.
waw keren banget, bagus banget puisinya 🔥